
Minimalis dalam bahasa sederhana berarti “sederhana”.
Kalau dijabarkan, penjelasannya sendiri malah tidak minimalis. Terlalu banyak sudut pandang mengenai apa dan bagaimana minimalis itu sesungguhnya.
Semua orang punya pandangan masing-masing…
Saya sendiri tidak sedang akan menjelaskan pandangan saya secara deskriptif mengenai apa itu minimalis.
Saya hanya sedang merasa saat pandemi ini banyak hal menjadi minimalis. Sekali lagi ini subjektif. Mungkin bagi Anda bisa sama sekali tidak. Sama sekali berkebalikan…
Diskusi Daring
Diskusi daring benar-benar meledak! Intensitas pelaksanaannya bahkan melebihi akumulatif banyak diskusi luring dan daring sebelum pandemi.
Dan menariknya, diskusi daring rasanya lebih hidup dibandingkan diskusi luring. Kalau boleh dibahas, mungkin ini akan menyangkut sisi psikologis manusia.
Saat biasa mungkin orang-orang berpikir terlalu kompleks untuk mengadakan sesuatu yang sederhana. Terlalu sibuk memikirkan pernak-pernik yang sebenarnya tidak substansial.
Diskusi. Secara sederhana untuk dapat berlangsung hanya butuh (1) hal untuk didiskusikan dan (2) manusia bersama manusia lain. Cukup.
Pernak-pernik lain membuat hal menjadi rumit.
Makanan, transportasi pemantik diskusi, insentif yang tidak sedikit, akomodasi peserta diskusi, dan tralala. Berat, seringkali melebihi substansi.
Sidang Daring
“Mas, kamu mencetak sejarah sidang daring perdana di Departemen”, kata Dosen Ketua Dewan Penguji Sidang Tugas Akhir yang sekaligus merupakan Ketua Departemen kampus saya.
Sambil sedikit tertawa setelah beberapa saat mengobrol sebelum sidang berlangsung.
Waktu itu setelan pakaian saya lengkap. Kemeja panjang putih, dasi, dan jas almamater. Bahkan sampai bawahan, yang notabene tidak terlihat di kamera. Niat sekali saya. Sampai kelewat tidak penting.
Dosen saya malah hanya mengenakan kaos polo namun tetap rapi sopan.
Saya, sekali lagi terlampau formal.
Banyak hal yang dipangkas dengan sidang secara daring. Pakaian, makanan, transportasi, sistem audio yang mahal, proyektor, cetakan draf laporan tugas akhir rangkap 4, dan tralala.
Sayangnya, termasuk kenangan. Tidak ada foto bersama teman-teman secara langsung…
Birokrasi yang Lebih Sistematis
Dengan daring dan memanfaatkan teknologi informasi, birokrasi menjadi sangat lebih sederhana. Semuanya terintegrasi, tidak ada prosedur yang repetitif dan menghabiskan banyak biaya.
Hal yang amat saya rasakan adalah pengurusan pra-sidang tugas akhir sampai pengurusan wisuda yang sangat sederhana. Tidak ada kertas, stampel, dan ketidakjelasan yang tidak penting.
Karena sedang “dipaksa” serba daring, birokrasi dituntut menjadi lebih sistematis dan serba jelas agar nol kesalahan. Nyatanya bisa dan hemat.
Wisuda Daring
Kemarin lusa, wisuda saya sudah diputuskan untuk diadakan secara daring di bulan Agustus akhir…
Sampai akhirnya saya mendapat informasi dari teman saya kalau wisudanya—yang rencananya “hanya” daring itu—dibatalkan.
Diganti menjadi hanya penyerahan ijazah.
Oke. Sudah. Sangat-amat-minimalis-sekali.
Tidak ada kenangan emosional yang indah… yang terukir di foto. :’)
Kesimpulan
Menjadi minimalis itu ternyata berarti lebih. Lebih hemat dan mudah. Hanya saja, untuk beberapa hal—seperti kenangan—lebih baik tidak dihemat-hemat.
Ada tambahan?
Tinggalkan Balasan